Makna Persahabatan - 4
Ruangan kamar mandi itu dengan selekasnya dipenuh oleh gelak tawa serta gurauan-gurauan yang menghidupkan birahi. Gesekan-gesekan, rabaan-rabaan serta remasan-remasan tidak ayal lagi merangsang nafsu terkubur. Saat ledakan-ledakan nafsu itu tidak tertahan lagi, jalan salah satu adalah menyetubuhi ke-2 wanita itu bergiliran. Karena itu dinding-dinding kamar mandi itu juga jadi saksi bisu saya beradu nafsu syahwat dengan Fenny serta Dewi.
Fenny meminta disetubuhi lebih dulu. Saya duduk di pinggir bathtub dengan kemaluanku mengacungkan tegak ke atas. Dewi merangkulku dari belakang hingga buah dadanya yang padat itu melekat erat di punggungku. Fenny mengangkangkan pahanya serta mendekatiku dari depan, bersiap untuk disetubuhi.
"Mas Ardy tentu bangga ya, dilayani oleh dua cewek bahenol", kata Fenny tersenyum.
"Jelas dong", sahutku.
"Pikirkan! Dua cewek Cina, putih mulus, cantik serta bahenol, bisa kusetubuhi berganti-gantian dalam tadi malam."
"Apakah yang paling Mas Ardy senang", sahut Dewi.
"Saya serta Fenny kan sama juga dengan wanita-wanita lainnya."
"Oh, jelas beda" jawabku.
"Saya senang wanita yang bahenol dengan buah dada serta pantat yang besar. Jelas, kalian berdua masuk ke kriteriaku. Yang ke-2, saya terobsesi untuk bersetubuh dengan wanita-wanita Tionghoa. Putih, mulus serta halus. Awalannya sich ingin tahu saja, senikmat apa sich bersetubuh dengan wanita-wanita Cina. Eh, rupanya mengagumkan enaknya. Jadi suka"
"Ah, Mas Ardy saja ada", kata Fenny mencubit lenganku.
"Kita akan sama-sama memberi kepuasan", kata Dewi.
"Mas Ardy memerlukan badan kami sedang kami memerlukan kejantananmu."
"Hahaa.." bertiga kami ketawa bersama.
Fenny yang telah duduk di pahaku rapatkan badannya. Kemaluanku yang telah tegak tanpa ada rintangan langsung tembus kemaluannya, bersarang sedalam-dalamnya. Dia selekasnya menggoyang pantatnya dengan liar sekalian melenguh-lenguh nikmat. Ke-2 buah dadanya ditujukan ke mulutku. Dengan buas kuterkam keduah buah dada yang bergoyang-goyang itu. Fenny mengeluh keras. Nafsunya makin naik dekati orgasme.
Dia makin liar. Kepalaku didesak keras-keras ke dadanya hingga tenggelam di buah dadanya yang empuk. Disamping itu, Dewi terus mendesak-nekan dadanya mengarah punggungku. Jadi dua pasang buah dada benar-benar memanjakanku. Huu.. Hebat! Fenny yang telah terangsang hebat cepat sekali capai orgasmenya. Tubuhnya mengejang-ngejang disertai erangan kesenangan.
"Auu.. Mas!" jerit Fenny sambil mengerkah bahuku.
Jeritan kenikmatannya tersekat disana. Untuk sesaat kami terdiam. Dia memelukku erat-erat meraih kemampuan meredam deraan kesenangan yang menimpa badannya. Perlahan-lahan dia melepas badanku serta dengan lemas mencebur ke bathtub yang telah terisi air hangat.
"Saat ini giliranku, Mas", kata Dewi.
Dia langsung berdiri serta bertumpu ke wastafel serta meningkatkan pantatnya, siap terima tangkai kejantananku dalam doggy model penetration. Sesaat saya nikmati bayangan indah di cermin. Rambut Dewi yang panjang serta awut-awutan itu menggantung. Matanya tertutup sekalian cukup menengadah. Bibirnya yang merah mungil itu cukup terbuka, menghiasi mukanya yang cantik.
Muka itu jelas pancarkan gelora birahi yang menggila serta perlu pelampiasan. Buah dadanya yang ranum besar itu menggelantung dengan indahnya, bergerak turun naik selaras nafasnya yang mengincar. Tangannya bertopang pada pinggir wastafel. Pahanya telah buka lebar, menunjukkan sela kemaluannya yang seperti berteriak tidak sabar. Rambut kemaluannya yang basah itu menempel di tepi mulut gua gelap itu.
Saya mendekatinya. Tanganku menyapu lembut kulit pantatnya yang mulus tetapi padat. Dari bayangan cermin kulihat Dewi menggigit bibirnya serta meredam napas, tidak sabar menunggu penetratif tangkai kejantananku. Tanganku memutari ke-2 pahanya lalu kuarahkan kemaluanku ke lubang kenikmatannya. Perlahan ujung kemaluanku yang melebar serta berwarna merah mengkilap itu menerobosi kemaluannya. Dewi mendongak serta dari mulutnya terdengar desisan liar. Sesaat saya stop serta biarkan dia menikmatinya lalu tiba-tiba saya menghentakkan pantatku keras ke depan. Hingga terbenamlah semua tangkai kejantananku di liang kewanitaannya.
"Aacchh..!!", Dewi mengeluh keras.
Saya menjambak rambutnya hingga muka yang cantik itu mendongak ke atas. Sekalian terus menggenjot kemaluannya, saya nikmati perkembangan mimik mukanya meredam rasa nikmat yang berkobar-kobar serta menjalari semua badannya. Mukanya yang memeras itu dialiri butiran-butiran keringat. Ke-2 buah dadanya bergetar-guncang selaras dengan pergerakan keluar masuk kemaluanku di liang enaknya.
Bunyi kecipak cairan vaginanya terdengar merdu memiliki irama, disertai desahan serta lenguhan yang terus-terusan keluar dari mulutnya yang mungil. Lihat itu saya makin bergairah. Saya percepat pergerakan pantatku. Kemaluanku berasa makin jadi membesar serta memanjang. Erangan serta lenguhan Dewi menjadi jeritan histeris penuh birahi yang meledak-ledak.
"Oohh..! Semakin keras!" jerit Dewi.
"Mari, cepat. Cepat. Semakin keras lagii!"
Keringatku deras menetesi pungguh serta dadaku. Mukaku juga sudah basah oleh keringat. Rambut Dewi makin keras kusentak. Kepalanya makin mendongak. Serta dengan satu sentakan keras, saya memasukkan kemaluanku sedalam-dalamnya. Dewi menjerit sebab orgasme yang menggebu-gebu. Kusentakkan badan Dewi ke atas. Ke-2 tanganku meraih ke-2 buah dadanya serta meremas-remas dengan penuh nafsu. Dia juga menghentakkan pantatnya ke belakang supaya semakin penuh terima tangkai kemaluanku. Pantatnya bergetar hebat. Saya menggeram seperti singa lapar.
Di waktu itu kurasakan spermaku menyemprot dengan derasnya ke rahim Dewi. Rasa-rasanya tidak ada habis-habisnya. Dinding-dinding vagina Dewi menjepit kemaluanku. Rasa-rasanya seperti terpilin-pilin. Tangan Dewi menurun serta dia juga merebahkan dianya di atas keramik lebar samping wastafel. Saya juga roboh menindih badannya. Beberapa lama kami diam dalam tempat dengan kelamin yang masih berpadu seutuhnya, menggeletar serta mengejang, mereguk semua kesenangan yang cuma bisa diketemukan dalam persetubuhan.
"Sudah saatnya mandi, Mas, Mbak Dewi", beberapa kata Fenny menyadarkan kami berdua.
Saya menuntun Dewi yang masih tetap lemas diterpa rasa nikmat orgasmenya. Bertiga kami berendam di bathtub eksklusif dalam kamar mandi Mei yang lega ini. Dengan penuh kelembutan kedua-duanya memandikanku, bersihkan semua peluh yang menempel di tubuhku, membersihkan bersih kemaluanku.
Betul kata Yen. Dewi serta Fenny tidak menyedihkan. Justru harus kuakui, permainan sex ke-2 wanita ini semakin lebih merangsang. Nikmati badan kedua-duanya saja telah ini membahagiakan. Bagaimana jika mereka berempat, Mei serta Yen dan Dewi serta Fenny bersama layani dalam tadi malam? Setelah malam hari ini, hari-hari setelah itu pasti benar-benar membahagiakan.
Seperti mendapatkan durian roboh, demikian kata pepatah lama. Bagaimana tidak. Empat wanita Cina yang cantik bermata sipit dengan badan yang montok serta bahenol siap saya setubuhi kapanpun. Ooh, begitu beruntungnya saya.
"Mikiran apa, mari", kata Fenny membuyarkan lamunanku. Dia tersenyum.
"Saya memikir, bagaimana rasa-rasanya jika dalam tadi malam saya menyetubuhi kalian berdua dan Mei serta Yen berganti-gantian ya?" kataku.
"Ih maunya", sahut Fenny.
"Itu bisa, Mas", sahut Dewi sekalian menyiraminya air hangat ke bahuku.
"Mei serta Yen sudah merencanakan kok. Tentu kita akan main berlima. Saya percaya, Mas Ardy tidak keberatan. Ya kan?"
"Siapa yang nolak", sahutku.
"Ditambah lagi dilayani oleh empat wanita Cina yang cantik-cantik serta montok-montok ini."
"Itu faedahnya memiliki teman dekat", sahut Fenny.
"Dapat share senang serta duka."
"Betul kata Fenny", timpal Dewi.
"Kami semua mapan dengan cara ekonomis. Begitupun profesi. Sejauh ini kami belum pernah berasa perlu share keceriaan. Saat ini semuanya berlangsung, karena pertolongan Mas Ardy. Sebab di sini kami berempat sudah share kesenangan!"
"Jadi inikah arti persabahatan itu?" tanyaku dalam hati.
Apa saja jawabannya saya tidak perduli. Malam itu benar-benar jadi malam yang tidak terlewatkan. Kami bersetubuh sampai pagi, saling tidak menyiakan peluang membagi rasa nikmat jalinan kelamin keduanya.
Pagi hari, Mei serta Yen kembali lagi. Sesudah mengakhiri ronde paling akhir persetubuhan pagi itu, kami bertiga masuk dengan Mei serta Yen nikmati sarapan pagi. Muka Dewi serta Fenny nampak sayu sebab kurang tidur tapi jelas berbinar-binar sebab kenikmatan yang sudah mereka dapatkan.
"Kho Ardy", kata Yen.
"Betulkan kataku jika saya ini teman dekat sejati. Suatu hal yang indah serta nikmat itu jika dibagi-bagi akan bertambah lebih indah serta nikmat."
"Benar kata Yen", lebih Mei.
"Tetapi malam hari ini punya saya serta Yen, kan?
"Pasti", sahutku pendek sekalian menyeruput kopiku.
"Intinya mulai saat ini, kapan saya Mas Ardy ingin, kami tentu siap", lebih Fenny.
"Terkecuali jika lagi menstruasi tentu saja. He.. He.. He.."
"Bagaimana Dewi?" tanyaku.
"Saya sepakat", sahut Dewi.
"Teman dekat sejati tetap memberi yang paling baik pada beberapa teman dekatnya. Kami berempat ialah rekan-rekan lama. Sekarang jadi berlima bersama-sama Mas Ardy. Seseorang sama-sama membagi harta serta ceritera. Kita sama-sama membagi rasa nikmat jalinan kelamin. Kami berempat ini milikmu. Bagaimana?"
"Setujuu..!!" sahut Mei, Yen serta Fenny.
Saya cuma tersenyum bangga. Mataku memandang langit-langit disertai derai tawa ke-4 wanita cantik yang bahenol itu. Ada arti baru pertemanan buatku saat ini!
Tamat Artikel Berkaitan